Kamis, Oktober 22, 2009

LIPI Memanfaatkan Bioteknologi Menghadapi Global Warming

Coba Anda bayangkan, tanaman padi bisa setangguh pohon palem yang gagah menantang perubahan cuaca. Problem kekurangan suplai bahan pangan akibat cuaca yang tak menentu niscahya bisa diatasi.

Rekayasa genetika memungkinkan hal itu dilakukan. Perkembangan bioteknologi ini mesti dioptimalkan dalam menghadapi pemanasan global. Demikian diungkapkan Endang Sukarna, peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), yang sehari-harinya berinteraksi dengan rekayasa bioteknologi di Cibinong Science Center.

"Indonesia sangat strategis, kaya flora-fauna dan mikro organisme. Semestinya negeri ini bisa memainkan peran besar dalam pengembangan bioteknologi, " ungkapnya.

Di negeri kepulauan ini, banyak tumbuhan yang mempunyai sifat-sifat genetik yang handal, terutama menghadapi masalah global warming. Seperti tanaman sagu, palem-paleman, dan nipah yang ideal untuk pangan masa depan. Semua tumbuhan itu mempunyai sifat genetik yang sangat powerful. Dengan melakukan rekayasa genetik padanya, maka sifat-sifat yang ada itu bisa dipindahkan ke tanaman padi, sebagai sumber pangan utama di negeri ini. Nantinya padi itu bisa resisten pada kondisi pemanasan global itu.

Endang mengatakan bahwa LIPI memiliki kemampuan teknologi yang mutakhir. Baik teknologi dari pengadaan pemerintah ataupun hasil hibah dari negara lain, seperti Jepang. Sumber daya manusianya pun sudah tidak kalah kualitasnya dari negara-negara lain. Perpaduan keduanya, LIPI yakin mampu menciptakan hasil rekayasa genetika yang bermanfaat bagi kehidupan manusia.

Seorang staf LIPI bahkan sudah berhasil melakukan proses transplantasi genetika dengan memindahkan gen dari ginjal manusia ke ragi roti. Proses itu menghasilkan protein kecil untuk mengobati penyakit kelainan darah.

"Sekarang pun sedang dikembangkan pemindahan gen dari tubuh manusia ke tumbuhan, seperti pohon pisang. Hasil ekstrak dari pisang itu berguna mengatasi penyakit hepatitis," kata Endang.

Pohon pisang itu berperan sebagai bio-reaktor yang senantiasa mensterilisasi vaksin hepatitis yang ditanamkan ke pohon itu. Proses itu akan menghemat banyak biaya, karena tidak membutuhkan bio-reaktor sesungguhnya. Vaksin tersebut tetap terjaga seiring berkembangnya pohon pisang itu, yang bisa dipelihara di rumah kaca.

Untuk menghilangkan kekuatiran melanggar aturan agama terkait proses rekayasa genetika yang dihasilkan. Indonesia saat ini telah memiliki Komisi Bio Etika Nasional. Komisi ini berfungsi untuk memberikan panduan soal etika dari setiap proses rekayasa genetika yang akan dilakukan.

"Karena ilmu pengetahuan tanpa etika itu sangat berbahaya," ucapnya.

Tidak ada komentar: